Jumat, 04 Juli 2008

CERPEN

CERPEN

By Pandu Kravitz

PEREMPUAN KEJI ITU

DULU PERNAH BERKATA SAYANG

Saat semuanya berakhir, semua terasa menyakitkan, apa yang dulu kita anggap menyenangkan dan manis untuk di nikmati, kini menjadi sebuah bencana yang tiada henti menyiksa batin, berhari hari bahkan berminggu minggu aku tak dapat menikmati rasanya makan, setetes air minumpun tampak begitu berat untuk masuk kedalam rongga mulutku, hanya karena memikirkan peristiwa itu, peristiwa yang menyayat perasaan dan sangat membekas di hati, tak tersisa sedikit pun kata-kata sayang yang pernah aku dengar dengan telingaku sendiri selama berbulan bulan bersamanya, tuk menyurutkan kekejamannya memperlakukan aku sebagai seorang penjahat dan sampah yang mesti disingkirkan dari hadapannya, aku seperti bangkai tak berarti yang menebarkan aroma busuk, yang tak baik bila tak di buang, semua orang bahkan kini sepakat dan seirama menyuarakan kata untuk menyumpahiku agar sengsara dan menderita dalam perjalanan hidup ku, padahal perempuan itu kini meraup keuntungan besar dengan kesadaran suaminya akan kesalahan-kesalahan prilaku dan perbuatan kasarnya pada perempuan itu yang telah di perbuatnya selama 14 tahun pernikahannya, pernikahan yang telah ternodai olehnprilaku buruk, bahkan orang-orang yang dulu tak pernah bisa menyadarkan suaminya untuk menyayangi dan mengasihi serta tidak membuat perempuan itu selalu menderita, kini tertawa riang gembira melihat aku menderita, oleh ulah perempuan itu yang telah mengkhianati ku, yang kini hidup bahagia dalam pelukan suami yang telah berubah menjadi seperti yang di inginkannya. Hidup tak kan pernah di kendalikan oleh hati, bahkan hati takan pernah tersentuh bila kita tak punya harta, dan aku tercampakan karna tak punya harta untuk mempertahankan kebahagiaan yang pernah aku dan perempuan itu rasakan.

“Hai sayang… apa khabar ? udah bangun belum, bangun dong sayang sholat subuh ya ?

kata-kata itu masih teringat jelas dalam ingatan manis ku, manakala tiap pagi perempuan itu membangunkan aku untuk sholat subuh, padahal aku terkadang masih tertidur pulas di sebuah office dari sebuah café yang ukurannya tidak terlalu luas dan hanya cukup untuk tidur satu orang saja, ditempat aku bekerja, karena memang aku tinggal dan bekerja di tempat dimana perempuan itu menjalankan usaha suaminya. Ya sebuah Café yang penuh nuansa canda tawa di bilangan Jl. Jendral sudirman Jakarta. Aku menjadi lebih terbiasa bangun dan memang aku biasa bangun di pagi yang masih terasa kesunyiannya untuk menunaikan ibadah sholat subuh, lalu beranjak sholat, kemudian selesai melaksanakan sholat subuh baru aku membalas sms perempuan itu dengan berkata

“ Hai sayang… aku udah bangun ya ? Aku udah sholat loh… peluk cium paling sayang buat kamu ya cinta… Muach.

Itu lah kata-kata yang sering aku dan perempuan itu katakan pada ku setiap kali aku dan perempuan itu habis melaksanakan kewajiban sholat fardhu. Semenjak mengenal dekat dengan ku, perempuan itu semakin rajin menjalankan ibadah sholatnya, yang membuat aku merasa terharu, bangga dan bahagia akan perubahan yang terjadi pada perempuan itu, karena istri ku sendiri pun tak pernah memberikan aku keindahan ibadah seperti itu, aku mendambakan perempuan yang rajin beribadah dan penyayang yang tak pernah ku dapatkan, bahkan perlengkapan sholat pun tak pernah lepas ketinggalan dan selalu ada di dalam mobilnya, yang sehari-hari dipakainya untuk mengantar jemput anaknya sekolah dan bekerja untuk perusahaannya, nahkan suatu ketika anaknya pernah terheran heran dan ikut dengan perempuan itu sholat disekolahnya. “Wah… mami mau sholat di sekolah aku ?”, tanya anaknya yang paling kecil kepada perempuan itu, padahal seumur-umur dia belum pernah sholat disekolah itu, sudah bertahun-tahun perempuan itu mengunjungi sekolah itu, karena anaknya yang pertama yang kini sudah SMP juga dulunya sekolah di tempat itu. Perubahan itu semakin hari semakin tampak terlihat jelas, dulu perempuan itu selalu tampak murung dan selalu mengurungkan diri di dalam sebuah ruang office cafe tempat dimana aku bekerja dan tertidur, tapi semenjak aku dan perempuan itu sering berkomunikasi, sering membagi cerita baik suka dan duka, tampak sekali keriangan selalu menghinggapi dirinya, selama 14 tahun lebih perempuan itu tak pernah merasakan tertawa terbahak-bahak sampai meneteskan air mata karena perasaan senang dan gembira, kini perempuan itu bisa merasakannya, bahkan kini perempuan itu merasakan dirinya bermanfaat dan hidup kembali menjadi dirinya sendiri, padahal selama 14 tahun lebih pula perempuan itu seperti merasa disangkar emas yang tak bisa berarti dan berbuat apa-apa. Perasaan dan batinnya selalu tersiksa dan takut untuk berbicara karena prilaku suaminya yang selalu menyakiti dan menghancurkan mentalnya dari awal pernikahannya hingga perempuan itu dekat dengan ku, kini aku selalu menjadi sahabat hatinya, sahabat yang tak akan pernah perempuan itu lupakan, sahabat yang tak akan pernah terpisahkan sampai kapan pun, tempat dimana perempuan itu bisa berkeluh kesah mengenai kegelisahan hatinya hingga mendapatkan kebahagiaan dari ku. Handphone Aku mulai berbunyi siang ini, pasti dari perempuan itu, dan setelah aku buka, aku mendapatkan pesan sms,

“Hai sayang… aku lagi sedih nich, aku benci, sebel-sebel, masa dadd weekend begini pergi keluar kota sama tante lagi”, masa kerja hari libur sih !!”

Begitulah panggilan mesra perempuan itu menyebut nama suaminya, aku membalasnya dengan berkata

“Sabar ya sayang… namanya juga orang kerja, udahlah biarin aja”

“Ya tapi kan apa mesti tiap weekend, apa mesti sama tante ?”

Perempuan itu memang cemburu sekali dan merasa disakiti semenjak suaminya yang selalu di panggil dadd itu dekat dengan seorang tante yang kini jadi teman bisnisnya, bahkan kedua anaknya pun tidak suka melihat daddynya dekat dengan tante itu. Rasa cemburu itu semakin menyakitkan, karena memang sejak dulu banyak tante-tante yang mengaku pacar suaminya, bahkan dulu adik perempuan itu pernah menyewa orang untuk mengikuti kemana suami perempuan itu pergi, dan memang suaminya pergi ketempat tante-tante yang rumahnya persis di belakang rumah mamahnya, suaminya tak pernah tau kalau dia pernah di mata-matai, bahkan kegemarannya berjudi dan keasyikan dunia malam pun tak luput dari sang spionase yang di sewa adiknya dari uang mamahnya. Suami perempuan itu memang gemar sekali berbohong dan menyakiti hati dan perasaan perempuan itu, tiap kali pergi ke luar negeri dia selalu bilang hanya berdua dengan temennya yang laki-laki, padahal ketika perempuan itu mengecek semua hotel tempat suaminya pergi, di ketahui bahwa suaminya pergi dengan tante-tante, pernah suatu kali di pergoki di bandara soekarno hatta, saat suaminya pulang dari luar negeri, betapa terkejut suaminya melihat istrinya menjemput, padahal saat itu dia berbohong pada perempuan itu. Hari semakin berlalu aku pun menjadikan perempuan itu sebagai tempat curhat, dimana aku merasakan ketenangan, kenyamanan saat aku menceritakan persoalan rumah tangga aku yang baru beberapa tahun aku lalui, perempuan itu juga mengenal istri aku, karena memang istri aku pernah bekerja dengannya. Perempuan itu juga iba melihat aku di perlakukan kasar dan seperti tidak di hormati sebagai suami oleh istri ku, bahkan terkadang dia menangis saat dia tau aku di perlakukan kasar. Dari saling membutuhkan dan perasaan saying takut kehilangan, perempuan itu dan aku mulai menjalin hubungan yang salah, yang secara agama pun sangat di haramkan dan di larang. Perasaan saying, perasaan kangen selalu menghinggapi perempuan itu dan aku setiap hari, padahal setiap hari pun perempuan itu dan aku selalu bertemu. Dulu sebelum perempuan itu dan aku menjalin asmara, seringkali perempuan itu berada di tempat usahanya dan pulang sesuka hatinya, kini semenjak perempuan itu dan aku menjalin asmara libur aku pun diaturnya, perempuan itu tidak mau saat aku libur dia ada di tempat usahanya, karena dia merasa kesepian tanpa aku, pernah aku libur tak berbarengan dengan perempuan itu, dan perempuan itu datang menjelang larut untuk kemudian pulang kembali kerumahnya, dengan meninggalkan sepucuk surat untuk ku, yang menggambarkan isi hatinya saat itu, perempuan itu teramat saying pada ku, dan aku pun lambat laun teramat saying pada perempuan itu. Perempan itu telah merebut hati aku dari istri ku, perempuan itu teramat perhatian pada ku, semula ada keraguan dalam hati ku, apakah aku bermimpi, aku tak percaya bahwa aku berpacaran dengan istri pemilik usaha dimana aku bekerja, aku takut ini hanyalah sebuah permainan untuk mempertahankan aku agar aku tetap bekerja membantu perempuan itu menjalankan usahanya. Perempuan itu meyakinkan aku bahwa rasa cinta dan sayangnya kepada ku benar-benar tulus dari lubuk hatinya, dan kata-kata itulah yang aku pegang sehingga mulai menimbulkan keyakinan bahwa perempuan itu memang benar-benar tulus mencintai dan sayang pada ku. Tepat tanggal 10 maret 2007 perempuan itu dan aku mulai berpacaran. Saat itu aku baru pindah, aku membawa serta istri dan kedua anak ku untuk tinggal kembali di Jakarta. Kebetulan anak ku yang ke dua baru lahir tiga bulan yang lalu, saat aku pergi ke Bandung menjemput istri dan anak ku selama dua hari, perempuan itu tampak murung dan merasa kehilangan aku, karena perempuan itu berfikir tak akan pernah bisa lagi perempuan itu sms pagi untuk membangunkan aku sholat subuh, tak akan pernah bisa lagi perempuan itu menelpon aku untuk berbincang bincang dengan ku tiap pagi. Aku merasakan itu, aku merasakan perempuan itu begitu cemburu dan kehilangan aku sebagai orang yang sangat di sayanginya.

“ Hai sayang… aku udah berangkat ke Café Nich”

Sms aku pada perempuan itu, beberapa saat kemudian balasan sms itu tiba dengan cepat

“ Eh sayang akhirnya kamu dating juga, kamu naik apa ke cafenya “

“ Aku naik bis “

“ Kamu tunggu ya, nanti aku jemput, aku beresin anak-anak dulu terus aku langsung berangkat “

Tampak sekali kegembiraan terpancar dari perempuan itu, saat mendengar aku sudah bisa aktif lagi bekerja, pada hal hari itu masih terhitung hari cuti aku, tapi karena ada hal yang mesti aku selesaikan, maka aku segera bergegas menuju café. Setengah jam aku menunggu perempuan itu di pinggir jalan dimana perempuan berjanji untuk menjemputku, sampai aku melihat mobil yang di kendarainya sudah mendekat menuju ke arah ku, dan berhenti tepat di hadapan ku, aku segera membuka pintu mobil itu dan bergegas masuk. Tampak sekali rona kebahagiaan terpancar dari wajah yang terlihat berseri seri dari perempuan itu, aku melihatnya begitu jelas, kebahagiaan yang meneteskan air mata karena rindu, dalam perjalanan itu aku mencubit pipinya gemas

“ Kamu kangen ya saying “

“ Iya kangen, kirain udah lupa sama aku, udah kumpul lagi sama anak istri kamu”

Dari perkataan itu aku semakin yakin bahwa perempuan itu benar-benar sayang pada ku, dan tanggal 10 maret itulah pertama kali aku mencium perempuan itu sebagai bentuk rasa sayang aku padanya, aku memberanikan diri untuk menciumnya karena aku yakin perempuan itu sayang pada ku. Perempuan itu tampak terkejut dan tertegun sejenak akan tetapi perempuan itu pun membalas ciuman aku, dengan ciuman hangat, sesaat kemudian aku bertanya pada perempuan itu

“Sudah lama aku tak merasakan ciuman seperti ini” kata perempuan itu, “Aku tak pernah dicium suami ku selama ber tahun-tahun”, aku merasakan getaran yang berbeda”

Tambah perempuan itu berujar pada ku, aku memang mencium perempuan itu sepenuh hati, dengan perasaan sayang, dan ciuman seperti itulah yang selalu aku berikan pada orang-orang yang aku sayangi, selama aku menikah, belum pernah aku mencium wanita lain selain perempuan itu, dan perempuan itupun berkata

“Selama aku menikah belum pernah juga aku di cium laki-laki lain”.

Hari-hari pertemuan kita selanjutnya selalu diisi dengan ciuman mesra, kita selalu berbincang, bercanda serta tertawa bersama, kita merasakan beban persoalan kita hilang saat kita bersama. Kini walaupun perempuan itu di sakiti oleh suaminya, perempuan itu tidak lagi merasakan sakit yang mendalam, bahkan perempuan itu yang dulunya takut untuk melawan, kini mulai melakukan perlawanan, hal inilah yang membuat suaminya merasakan hal yang aneh, tanpa sepengetahuan perempuan itu, suaminya mulai mencari tau apa gerangan yang membuat istrinya berubah, kenapa istrinya selalu ber sms an ria dengan getolnya padahal saat itu sedang jalan dengan suami dan kedua anaknya. Aku sudah sering kali memperingatkan perempuan itu dan berkata padanya

“Sayang… suami kamu pasti takut kehilangan kamu”,

“Dari mana kamu tau saying kalau dadd takut kehilangan aku ?

tanya perempuan itu pada ku. Aku bilang

“Suami kamu itu bisa terangkat derajatnya karena menikah dengan kamu, suami kamu bisa sukses seperti ini karena menikah dengan kamu, suami kamu bukan siapa-siapa dan derajatnya akan turun kalau sampai bercerai dengan kamu, dia pasti takut kehilangan kamu”

kata ku pada perempuan itu, perempuan itu hanya terlihat mengangguk-angguk saja seolah tak percaya, karena yang dia rasakan suaminya itu gemar menyiksa hati dan perasaannya, sampai perempuan itu nangis-nangis pun akan tetap di diamkan tanpa di sentuh apa lagi dibelai saying untuk meminta maaf, tak seperti aku memperlakukan perempuan itu, setiap kali aku merasa aku berbuat salah pasti aku dengan sigap meminta maaf dan membelai rambutnya, mengusap air mata yang menetes di pipinya. Kini tempat usaha itu tutup karena memang sudah berakhir masa kontraknya, aku bersama perempuan itu berusaha mencari tempat baru, karena perempuan itu benar-benar saying pada ku dan tak mau kehilangan aku. Tempat baru pun aku dapatkan bersama perempuan itu, kita mulai bekerja untuk membuka tempat baru, saat mulai bekerja aku merasakan beban di tempat baru akan semakin berat, ditambah lagi tidak setiap hari kini aku bertemu dengan perempuan itu, dulu kita selalu melepaskan ciuman hangat setiap kali bertemu, kini tak bisa lagi kita berciuman walau terkadang kita bertemu, hal itu membuat aku kecewa, aku marah dan aku mengutarakan niat untuk tidak ikut pindah ketempat baru, perempuan itu menangis tersedu sedu, dan berkata-aku bohong, aku pembohong karena akan meninggalkan dia, aku memang pernah berjanji pada perempuan itu untuk selalu berada bersamanya sampai kapan pun, hati aku kembali luluh mendengar isak tangis perempuan itu yang meminta aku untuk tidak meninggalkan dia. Aku kembali menemui perempuan itu dan berkata

“Aku janji, aku enggak akan tinggalin kamu sayang”,

“Makasih ya sayang kamu enggak tinggalin aku, aku sayang banget sama kamu”

aku berkata pada perempuan itu

“Aku masih tetap bertahan di sini karena kamu, kalau bukan karena kamu, aku sudah pergi dari dulu”

“Makasih ya sayang”.

Hari-hari berlalu, sampai pada akhirnya terwujud pula pembukaan usaha di tempat baru itu, perempuan itu sangat gembira bisa kembali membuka usahanya walau dengan pengorbanan menjual mobil di tambah uang investasi dari suami dan adiknya. Perempuan itu amat bangga bisa membuka kembali usahanya dengan kerja keras yang perempuan itu lakukan bersama aku, perempuan itu dan aku sudah punya rencana-rencana yang terinci untuk memajukan usaha di tempat baru, tapi baru beberapa hari pembukaan tempat usaha itu, suaminya mengetahui hubungan aku dan perempuan itu yang bukan lagi sebatas atasan dan bawahan, ternyata selama ini banyak telpon yang menghubunginya yang menceritakan hubungan aku dan perempuan itu ketelinganya. Awalnya ketika aku sms perempuan itu untuk mengabarkan aku sudah berangkat dari rumah, suami perempuan itu mulai naik pitam dan berkata “sms dari siapa sih, getol amat bales smsnya” dari situlah mulai pertanyaan-pertanyaan tentang aku di lontarkan, sampai sampai perempuan itu tidak bisa menjawabnya. Perempuan itu buru-buru sms aku dan berkata “Jangan sms dulu ya, dadd lagi tanya-tanya tentang kamu” firasat aku mengatakan inikah akhir dari cerita cinta aku dengan perempuan itu. Saat suaminya bertanya tanya tentang aku, perempuan itu masih mengelak bahwa dia punya hubungan khusus dengan aku, sehingga aku selalu di belanya dan di perlakukan istimewa, yang aku sendiri tidak pernah minta di perlakukan istimewa, perempuan itu menangis dan bercerita kepada ku, bahkan disaat saat akhir hubungan aku dan perempuan itu, perempuan itu masih sempat mengirimkan aku puisi yang meyakinkan aku bahwa perempuan itu memang benar-benar saying dan tak mau kehilangan aku

“Sayang… sungguh secepat itukah kebahagian ini akan berakhir” tulis perempuan itu dalam pesan sms yang di kirim ke handphone aku.

“Sayang aku enggak boleh melakukan pembelaan tentang kamu, kalau aku membela kamu, berarti aku memang ada hubungan khusus dengan kamu, dan suami aku sudah menentukan pilihan aku mau terus merajut cinta dengan kamu, atau suami aku pergi dengan ke dua anak aku” tutur perempuan itu sambil berlinang air mata, sulit dan teramat sulit untuk aku kehilangan perempuan itu, karena seluruh hati dan perasaan ini sudah tercurah di hati perempuan itu. Aku bahkan sudah tak merasakan kedekatan batin dengan istri aku sendiri. Suami perempuan itu menghendaki aku untuk pergi dari tempat usahanya, aku sadar cepat atau lambat aku pasti disingkirkan, dengan perasaan bimbang dan galau, aku memutuskan akulah yang mesti pergi, karena memang semua orang menghendaki aku untuk pergi, perempuan itu sepertinya menyadari bahwa aku tak mungkin lagi di pertahankan di tempat usahanya. Aku mulai menemukan keheranan, perempuan itu yang selalu berkata saying, yang selalu berkata kangen, dan takut kehilangan aku, kini tampak pasrah dan merelakan kehilangan aku, aku melihat sepertinya perempuan itu senang dan gembira melihat suaminya menyadari kesalahan-kesalahannya dan berusaha memperbaikinya, kini tinggal aku yang di korbankan, setelah aku berusaha menepati janji untuk tidak pergi meninggalkan perempuan itu, dan hati aku sudah begitu mendalam pada perempuan itu, perempuan itu kini menghindar dari ku, kini tak ada lagi sms, atau telpon darinya untuk ku, aku semakin tersiksa aku benar-benar kehilangan perempuan itu, segala daya dan upaya aku lakukan untuk menghubungi perempuan itu tak satu pun balasan yang aku terima, perempuan yang dulu takut kehilangan aku, perempuan yang dulu selalu panggil aku saying… kini berubah total, perempuan itu kini sangat membenci aku dan sangat ketakutan untuk bertemu aku, bahkan kini suaminya mengancam aku untuk melaporkan aku kekantor polisi karena merasa aku meneror perempuan itu, aku memang mengancamnya, aku memang tak menepati janji aku untuk merahasiakan hubungan terlarang ini, padahal niat aku adalah hanya untuk mempertahankan hubungan aku dengan perempuan itu, bahkan aku sudah berbulat tekad untuk hidup dengan perempuan itu, karena aku tau kami dapat bahagia, tapi hartalah yang merubah semuanya, suaminya dapat memberikan harta secara berkecukupan, aku tau perempuan itu takut tidak punya apa-apa bila hidup dengan ku, aku memang bukan berasal dari golongan yang memiliki ekonomi sekelas keluarganya, aku memang tak punya apa-apa yang dapat di banggakan, dan pasti keluarganya pun tak rela aku menikahi perempuan itu, karena akan menjatuhkan derajat keluarganya untuk yang kedua kalinya, kini aku tak punya apa-apa dan siapa-siapa untuk mengobati luka hati ini, seluruh pemberian yang pernah perempuan itu berikan padaku sudah aku kembalikan, termasuk pinjaman uang, walau belum semua, motor aku pun yang aku beli secara kredit dari uang hasil gajian ku selama bertahun-tahun, yang pernah perempuan itu larang juga untuk aku jual, aku berikan padanya, untuk membayar semua yang telah perempuan itu berikan pada ku, sedang perempuan itu dengan harta yang dimilikinya masih dapat jalan-jalan keluar negeri untuk mengobati luka hatinya, sekejap pun perempuan itu dapat melupakan aku, perempuan itu tau aku sangat tidak bisa mengontrol emosi, dan itu dia jadikan senjata untuk menyakiti aku dengan berkata aku bukanlah orang yang pernah dia saying, kini perempuan itu bahagia bersama suaminya, dan mungkin sekarang sedang tertawa riang melihat penderitaan aku, kini perempuan itu pun dapat menjalankan kegiatan usahanya dengan tenang tanpa gangguan ku, seperti dulu pernah kita lakukan bersama, kini tak ada lagi rasa takut kehilangan aku, kata saying pun sudah terbuang jauh dari bibirnya, sempat terfikir oleh ku, masih adakah manusia baik di muka bumi ini, aku sampai saat ini masih merasakan sulit untuk makan, dan tak punya apa-apa, pengobatan anak ku pun terhenti, padahal dia masih butuh pengobatan karena penyakit hidrosephalusnya, setiap tidur aku selalu memimpikannya, padahal aku sudah berdoa untuk menghapus bayang-bayang perempuan itu dari ku dan semua yang terjadi pada ku, kini ku kembalikan semua pada pencipta ku yakni ALLAH SWT dengan memperbanyak taubat dan ibadah, kini aku berusaha untuk melupakan perempuan itu walau sulit, sampai kapan pun aku masih mencintai dan saying pada perempuan itu dan PEREMPUAN KEJI ITU DULU PERNAH BERKATA SAYANG.


CERPEN 2

By Pandu Kravits

KESETIAAN YANG TERZALIMI

Siang itu seperti biasanya selesai menjalankan sholat dzuhur Tiar segera berganti pakaian dan bergegas pamit untuk pergi ke tempatnya bekerja, memang setiap harinya Tiar selalu pergi siang dan pulang larut malam, maklum pekerja malam, perlahan Tiar mengeluarkan sepeda motornya yang tampak tidak begitu bersih dari dalam rumah kontrakannya, sementara anaknya yang nomor satu yang bernama Putri selalu bertanya “Papa mau berangkat kerja ya ??” Tiar pun menjawabnya “Iya saying.. papa mau berangkat kerja, cari duit buat putri”. Terkadang bukan Tiar yang menjawab pertanyaan anaknya itu, melainkan istrinya “Iya papa kan mesti cari duit, papa kan mesti kerja saying, kalau papa enggak kerja, papa enggak gajian, nanti kita enggak punya duit”. Terkadang Tiar merasa berdosa, hatinya ternyuh mendengar anaknya selalu bertanya tiap kali mengantarnya berangkat kerja, maklum hampir tiap hari waktu Tiar lebih banyak di tempat kerja dari pada di rumahnya sendiri, otomatis waktu bermain dengan anaknya pun terasa berkurang. Tiar tampaknya sangat antusias sekali bila sudah waktunya berangkat kerja, sementara anaknya tampak sekali kehilangan orang tuanya. Suara motor itu sudah mulai terdengar, walau motor itu belum lunas karena memang masih dalam proses nyicil, suara motor itu masih terdengar halus, tampaknya motor itu benar-benar dirawatnya karena memang motor itulah satu-satunya aset termahal yang dimilikinya, setelah beberapa saat memanaskan mesin motor, Tiar nampak bersiap-siap untuk jalan ketempatnya bekerja. “Dadah dulu dong saying sama papa ?” menyapa anaknya sebelum berangkat, anaknya pun melambaikan tangan sambil berkata “Dadah papa, hati-hati ya pah di jalan”, “Iya saying… jangan bandel ya saying ?” pesan Tiar pada anaknya, “Iya pah” jawab anaknya, “Dadah Mama… Dadah Putri… Dadah Ade” sambil berkata dan melambaikan tangan.

Motor Tiar pun berlalu meninggalkan rumah serta anak istrinya. Beberapa meter setelah tak terlihat lagi rumah serta anak istrinya, motor Tiar berhenti, bukan karena ada sesuatu yang tertinggal, atau lupa tak terbawa, melainkan karena memang biasanya, Tiar selalu berhenti untuk memberikan khabar pada seseorang yang pasti sudah menanti dan menunggu smsnya, “Hai Sayang aku udah berangkat ya” tulis Tiar dalam pesan sms yang dikirimnya pada seseorang, tak berapa lama Handphone Tiar pun berbunyi, ternyata suara telpon masuk “Hallo Assalamualaikum... kok siang sih jalannya, aku udah nunggu dari tadi kan, aku kangen” suara telpon itu sangat lembut, dan pastinya itu adalah suara seorang wanita, ya memang benar Tiar memang sedang dekat dengan seorang wanita, dan tidak tanggung-tanggung, wanita itu adalah atasannya sendiri yang usianya jauh lebih tua darinya, tepatnya 12 tahun lebih tua, wanita itu bernama Mita, kedekatan antara Tiar dan Mita baru berjalan beberapa bulan, itupun tanpa ada kesengajaan dari keduanya, apalagi dimulia dengan rayu merayu, keduanya merasa nyaman aja kalau bicara, bercanda, maupun bekerja. Tampak keduanya memiliki kesamaan nasib, kesamaan cita-cita, kesamaan rasa dan kesamaan keinginan, seperti botol menemukan tutupnya alias klop antara keduanya. Sayang memang keduanya tidak dipertemukan pada waktu dan saat yang tepat. Tiar sudah punya keluarga, Mita pun sudah punya keluarga, mungkin nasib harta saja yang membedakan keduanya. Mita berasal dari keluarga kaya raya, ayahnya adalah pejabat di zaman orde baru, dan kini memiliki suami sebagai pengusaha, sedangkan Tiar hanya orang biasa yang tak punya apa-apa, dengan seorang istri yang kesehariannya hanya sebagai ibu rumah tangga.

Sambil menjalankan motor dan berlalu pergi ke tempatnya bekerja, Tiar menjawab suara telpon Mita diseberang sana, dengan menyelipkan handphonenya di tali helm yang di pakainya, Tiar tampak mulai berbincang bincang. “Aku juga kangen sama kamu saying…” jawab Tiar pada Mita, “Iya tapi kenapa kamu kok jalannya siang sih ?? Aku kan udah nunggu dari tadi”, “Ya udah maafin aku, aku tadi sholat dulu”, kembali Tiar menjawab pertanyaan Mita, “Kamu udah makan belum ? Tanya Mita, Tiar pun menjawab “Belum, hari ini istri ku enggak masak saying”, “Ya ampun… jam segini belum makan, kok bisa ya suami mau berangkat kerja belum di kasih makan” gumam Mita dengan geramnya, Tiar pun menjawab “Ya udah lah, kamu kan udah tau, lagian kan udah biasa aku seperti ini”, “Ya udah kamu mau makan sama aku enggak ?” ajak Mita pada Tiar, dengan sigap Tiar menjawab “Pasti mau lah sayang, kan yang ajak aku makan sayang aku, aku pasti mau, tapi aku simpen motor aku dulu ya di kantor, nanti kamu jemput aku”, “Ya udah aku juga jemput anak-anak aku pulang sekolah dulu ya, baru kita makan sayang” kata Mita pada Tiar, Tiar pun menutup telponnya sambil berkata “Ya udah nanti aku sampe Kantor aku khabarin dech sayang”,” Ya udah… tapi sayang aku kirim sms banyak loh ke handphone kita di kantor, kamu baca ya sayang… Daah cinta” Mita berpesan pada Tiar sebelum menutup handphonenya, memang Tiar dan Mita mempunyai sebuah Handphone yang disimpan di lemari di kantornya, tak seorang pun tau bahwa dilemari itu terdapat sebuah handphone, karena memang handphone itu suaranya selalu di silent, sehingga tidak mengeluarkan bunyi saat ada sms masuk.

Handphone itu selalu di gunakan Mita untuk mengabarkan keadaanya, baik saat senang maupun sedih, biasanya dikala hatinya sedang sedih karena prilaku suaminya, maupun anaknya yang susah di atur, smsnya selalu banyak. Mita tidak mungkin mengabarinya ke handphone Tiar dikala hatinya sedang sedih, karena istri Tiar memang cemburu sekali dengan keberadaan Mita, lagi pula Mita takut rahasia hubungan sesungguhnya dengan Tiar di ketahui istri Tiar, Mita tidak mau dan takut sekali kehilangan Tiar, Mita sangat menyayangi Tiar, melebihi rasa sayangnya sama suaminya sendiri, baginya Tiar adalah darah dalam hidupnya, jika dia pergi, maka separuh hidupnya seperti mati dan tidak berdaya, itu sebabnya Mita sangat membutuhkan Tiar. Tiar selalu menampakkan kesetiaanya pada Mita, walaupun sebenarnya dia bisa saja mendapatkan wanita lain yang jauh lebih muda dari Mita, tapi itu tidak pernah dilakukannya, karena buat Tiar cinta itu tak mengenal usia, cinta itu adalah urusan hati, bila hati terasa nyaman dan indah, maka semuanya akan terasa nikmat. Sudah beberapa wanita mencoba mendekat pada Tiar, tapi Tiar tak bergeming tuk berpaling dari Mita, walaupun Mita bergelimang harta, Tiar tak sedikitpun tersentuh dan tak terfikir untuk menguasai dan menghabisi harta Mita, karena memang tuk mencintainya begitu tulus bukan karena harta, tapi karena hati, mungkin saja jika Mita mendapatkan Laki-laki lain yang bejat, sudah habis hartanya di kuras, karena memang Mita benar-benar takut kehilangan Tiar, tapi hal itu tak pernah dilakukan Tiar, bahkan beberapa kali Mita menawarkan Tiar untuk dibelikan sesuatu, Tiar dengan lugas selalu menampiknya, dan pada akhirnya Mita selalu mencari-cari alasan sendiri untuk membelikan sesuatu buat anak Tiar. Tiar memang tidak membutuhkan harta dari Mita, yang dia perlukan adalah cinta dan kasih sayang, yang tak pernah diberikan seutuhnya oleh istrinya di rumah, sedangkan Mita begitu perhatiannya dalam menyayangi Tiar.

Sudah beberapa kali pula Tiar ribut dengan istrinya hanya gara-gara sms Mita, itupun tak menyurutkan hatinya untuk tetap mencintai Mita. Beberapa kali Tiar menyatakan niatnya untuk keluar dari perusahaan Mita, tapi Mita selalu memohon-mohon dengan suara tangis yang tersedu-sedu agar Tiar jangan pergi, dengan berkata “Kamu bohong, kamu janji katanya mau Bantu aku sampai kapan pun, tapi sekarang kamu bohong, kamu enggak tepatin janji kamu”, “Aku enggak bohong sayang, aku enggak tinggalin kamu, aku hanya ingin pergi dari pekerjaan ini kok” Jawab Tiar, “Iya tapi kamu katanya mau bantu aku terus, kamu mau terus bersama-sama aku, tapi kenapa sekarang kamu pergi”, “Aku enggak pergi sayang, aku enggak bohong, aku tetap janji untuk bantu kamu”, jawab Tiar. “Kalau memang kamu enggak pergi, kamu mau ke rumah aku sekarang, untuk buktikan kalau kamu benar-benar enggak pergi?” pinta Mita pada Tiar, Tiar pun membuktikan kesetiaanya dengan segera bergegas kerumah Mita detik itu juga, walaupun tubuhnya terlihat letih sekalipun.

Suara motor Tiar terhenti, menandakan bahwa Tiar sudah sampai di tempatnya bekerja, Tiar segera mengambil handphone dan mengabarkan pada Mita kalau dirinya sudah sampai “Hai sayang aku udah sampe kantor nich, kamu udah di mana?? Tanya Tiar. “Aku baru sampe sekolah Ita, sekarang mau pulang” jawab Mita. “Kamu tunggu ya sayang, nanti habis aku anter anak-anak pulang, aku langsung jemput kamu untuk makan siang” kembali sms Mita menderingkan suara handphone Tiar”, “Oh ya udah aku tunggu dech saying” jawab Tiar. “Ya udah kamu tunggu aja, sambil baca sms aku ya, aku kirim banyak sms ke kamu loh dari semalem, sampe sebelum kamu berangkat” kata Mita memberi tahu Tiar. “Yup Cinta… daah” Jawab Tiar. Sesampainya di office, tiar bergegas menuju lemari tempat handphone berwarna pink itu di simpan, Tiar segera mengambil kunci dari saku celananya, karena memang kunci lemari itu hanya Tiar dan Mita yang punya. Office itupun sudah seperti kamar pribadi Tiar dan Mita, karena bila Tiar dan Mita sudah berada di office itu, tak seorang pun masuk, Tiar dan Mita pun selalu melepas kangen dengan berpelukan dan saling mencium mesra, tiap kali berada di office itu, bahkan terkadang rabaan-rabaan nakal di tempat sensitive keduanyapun di lakukan, bila kangen itu sudah menjadi-jadi tanpa pernah seorang pun tau. “Sayang… aku kangen nich” bisik Mita dengan suara lirih. “Aku juga kangen saying” bisik Tiar, “Ya udah besok kita jalan yuk, aku udah kangen banget nich” sabil melepaskan ciuman lita berkata pada Tiar. Seperti biasa bila kangen itu sudah begitu mendalam, Tiar dan Mita selalu melepas kangen dan kerinduan dengan Check In ke sebuah tempat di mana mobil bisa langsung parkir. Tiar menyetujui dengan mengangguk mendengar ajakan Mita. Terkadang pula Mita suka menculik Tiar untuk memaksakan jalan, bila kangennya sudah menjadi jadi, apalagi selama ini suaminya tidak bisa memuaskan, seperti kepuasan yang selalu diberikan Tiar padanya.

Sambil menunggu Mita datang menjemputnya, Tiar mulai membuka satu persatu dan membaca pesan sms yang di kirim Mita, ada pesan marah karena menunggu Tiar yang tidak juga memberinya kabar sampai siang, ada juga pesan sedih tentang prilaku suaminya yang selalu menyakiti perasaannya, dengan marah-marah tanpa alas an yang jelas, sampai semua pesan sms terbaca Tiar, Mita belum juga memberinya khabar. Tiar coba sms Mita menanyakan kabarnya, tapi smsnya tidak dibalas-balas, bahkan Tiar coba menelponnya juga tidak diangkat-angkat, “Baru beberapa menit yang lalu kamu bersayang-sayangan pada ku, tapi kenapa sms juga telpon ku tidak diangkat” gumam Tiar. Tiar baru menemukan jawaban beberapa jam kemudian. Suara handphone Tiar berbunyi, Tiar sangat senang karena suara handphone itu dari Mita, Tiar berfikir akan makan siang bersama Mita, tapi ternyata suara itu merupakan kejutan yang teramat dalam buat Tiar, bagai da sambar petir di siang bolong, Mita berkata pada Tiar “Maaf aku enggak bisa apa-apa, suami aku sudah tau hubungan aku sama kamu, aku enggak punya pilihan lain selain harus meninggalkan kamu, aku punya anak-anak dan suami, kamu juga punya anak-anak dan istri, udahlah aku istri orang dan tidak mungkin memilih kamu, sekarang suami aku sedang menuju kesana untuk memecat kamu”. Tanpa kata-kata sayang yang selalu diucapkannya pada Tiar, Mita menutup telponnya, semudah itu dia merubah semuanya, semudah itu dia memutuskan cinta Tiar yang sudah begitu setia padanya, bagai membalikan sebuah telapak tangan. Janji dan kesetiaan yang sudah diberikan Tiar dengan tulus dan sungguh sungguh, harus dibayar mahal dengan luka dan penderitaan yang akan dijalani sepanjang hidupnya.

Sebuah mobil sedan mewah dengan merk jaguar milik suami Mita berhenti tepat di depan kantor. Sesosok laki-laki turun, dan mengayunkan langkah memasuki kantor tempat dimana Tiar berada di dalamnya. Dia mencari Tiar untuk memecat dan menyuruhnya pergi dengan tidak hormat. “Berani-beraninya kamu mencintai istri saya, kehadiran kamu sudah mengganggu saya, sekarang juga kamu saya pecat, dan silahkan pergi dari sini” maki suami Mita pada Tiar. “Hubungan saya hanya sebatas teman curhat pak” jawab Tiar pada suami Mita”. Suami Mita semakin naik pitam dan berkata “Terus mau kamu apa, kamu suka sama istri saya, istri saya sudah menyadari kesalahan-kesalahannya kok, jadi kamu jangan ganggu dan terror dia lagi, kalau tidak saya laporkan kamu ke polisi, sudah sekarang kamu pergi dari sini, saya tidak ingin melihat muka kamu lagi disini” . Dengan perasaan terpukul dan shok berat, Tiar meninggalkan kantor yang sudah dirintisnya bersama Mita selama bertahun-tahun. Tiar pun tidak mengambil gajinya yang sebenarnya masih berhak di dapatnya, karena tidak dapat menerima perlakuan Mita yang belum bisa diterimanya. Tiar tak pernah berbohong dan terlalu setia untuk tidak meninggalkan Mita, tapi kenapa pada akhirnya Mita yang malah meninggalkan Tiar tanpa sedikit pun punya rasa kemanusiaan, bagaimana rasanya bila hal ini menimpa Mita, bagaimana jika saat Mita memohon-mohon pada Tiar untuk tidak meninggalkannya, Tiar tak mengindahkannya dan tetap pergi, pasti akan hancur hati Mita, sama halnya kehancuran hati Tiar akibat perlakuan Mita saat itu. Kini Tiar banyak terlihat hampa dan tanpa gairah, sementara pekerjaan belum juga di dapatnya. Banyak orang bilang bahwa orang seperti Tiar akan mudah mendapatkan pekerjaan, karena banyak keahlian yang dimilikinya serta pergaulannya yang luas, tetapi semua pendapat itu keliru, jika hati sedang hancur, jangankan memikirkan pekerjaan, memulihkan hatinya untuk percaya bahwa Mita sudah pergi saja pun masih sulit terobati, tiap hari dean tiap malam Tiar tertidur pun, masih memimpikan sosok Mita, sosok wanita cantik yang pernah mengisi hari-harinya yang penuh dengan kebahagiaan. Tubuh Tiar semakin terlihat kurus, dan tampak tak terurus, dia masih kecewa dengan apa yang di alaminya, bagaikan sebuah mimpi buruk, yang orang lain pun tak akan pernah mau mengalaminya. Tiar sudah mengakui semua perbuatannya pada istrinya, dia sudah mempersilahkan istrinya untuk memilih, tetap bersamanya atau pergi darinya, dan istrinya pun memilih untuk tetap bersamanya walaupun prilakunya tidak pernah bisa berubah. Kini tak ada lagi kebahagiaan dalam hari-hari Tiar, tak ada lagi teman curhat yang dulu pernah memberinya kata-kata saying, uang semakin menipis, sementara mencari pekerjaan pun masih belum berselera. Tiar merasa kesetiaannya selama ini TERZALIMI oleh sesosok wanita yang bernama MITA LIVAI.


Tidak ada komentar: